Senin, 29 Oktober 2012

07. Kelahiran Maria

Nah, ini sebuah kisah lagi yang juga saya copas dari APIK dan dimuat oleh Bu Vero yang rajin yang sumbernya dari Yesaya. Moga-moga bisa menambah pemahaman tentang Maria, ... walau belum diselidiki apakah ini ... benar-benar terjadi, namun minimal sebuah gambaran menyentuh yang bisa kita petik hikmahnya.

The visions of Blessed Anne Catherine Emmerich wrote:

KELAHIRAN MARIA 

Beberapa hari sebelumnya, Anna memberitahukan kepada Yoakim bahwa saat kelahiran sudah menjelang. 
Anna mengirimkan utusan-utusan membawa kabar kepada saudarinya Maraha di Sephoris, juga kepada janda Enue - saudari Elisabet - di Lembah Zebulon, dan kepada Salome - puteri Sobe saudari sulung Anna, isteri Zebedeus dari Betsaida. Putera-putera Salome dan Zebedeus, yakni Yakobus Tua dan Yohanes, belum lahir waktu itu. Anna meminta ketiga perempuan ini datang kepadanya. 

Aku melihat ketiganya dalam perjalanan. Dua dari mereka ditemani oleh suami mereka yang balik pulang setelah mereka tiba dekat Nazaret. 
Yoakim telah mengutus para pelayan laki-laki untuk menjaga kawanan ternak, dan menahan hanya beberapa pelayan perempuan yang sungguh dibutuhkan di rumah. 

Maria Heli, puteri sulung Anna, memegang kendali rumah tangga. 

Saat itu Maria Heli berusia sekitar Sembilan belas tahun dan telah menikah dengan Kleopas, salah seorang kepala gembala Yoakim. 

Sore hari menjelang kelahiran sang bayi, Yoakim sendiri pergi kepada kawanan ternaknya di padang yang paling dekat dari rumah. Aku melihatnya bersama beberapa pelayan laki-laki yang masih sanaknya. 
Ia menyebut mereka saudara, tetapi mereka adalah anak-anak dari saudaranya laki-laki. 
Padang rumput disekat dengan indah dan dipagari dengan tanam-tanaman. 
Di pojok-pojoknya terdapat gubuk-gubuk di mana para pelayan biasa menyantap makanan yang disediakan dari rumah Anna. 
Di sana juga ada sebuah altar batu di mana mereka berdoa. 
Anak-anak tangga menurun menuju altar dan sekelilingnya dipaving rapi dengan batu-batu segitiga. 
Dibelakang altar terdapat sebuah tembok dengan anak-anak tangga di sisi-sisinya. Keseluruhan tempat itu dikelilingi pepohonan. 

Yoakim, setelah berdoa sejenak di sana, memilih anak-anak domba, anak-anak kambing dan sapi jantan, semua yang terbaik dari kawanan ternaknya, dan mengirimkan bersama para pelayan ke Bait Allah sebagai persembahan. Ia tidak kembali ke rumah sebelum malam tiba. 

Aku melihat, menjelang sore ketiga perempuan datang ke kediaman Anna. Begitu tiba, mereka langsung pergi kekamarnya di belakang perapian. Anna memeluk mereka, mengatakan bahwa saatnya sudah dekat. Ia berdiri bersama mereka memadahkan sebuah Mazmur, 
"Terpujilah Tuhan Allah. Ia telah menaruh belas kasihan kepada umat-Nya dan telah membebaskan Israel. Sungguh, Ia telah menggenapi janji yang dibuat-Nya kepada Adam di Firdaus: keturunan si perempuan akan meremukkan kepala ular." 

Aku tidak ingat semuanya, ayat demi ayat. 
Anna berdoa seakan dalam ekstasi. 

Ia memasukkan dalam madahnya segala nubuat para nabi mengenai Maria. Katanya, "Benih yang diberikan Tuhan kepada Abraham telah masak dalam diriku. Janji yang diucapkan kepada Sara dan bunga dari tongkat Harun digenapi dalam diriku." 
Sepanjang waktu ini, Anna bersinar dalam cahaya. Ruangan dipenuhi kemuliaan dan diatas Anna melayang-layang tangga Yakub.Para perempuan sekelilingnya amat takjub dan terpana. Aku pikir mereka juga melihat tangga itu. 

Dan sekarang makanan minuman ringan dihidangkan di depan para tamu. 

Mereka makan dan minum sambil berdiri dan menjelang tengah malam berbaring istirahat. Tetapi Anna tetap terjaga dalam doa. 
Setelah sejenak, ia pergi membangunkan para perempuan. Ia merasa waktunya telah tiba, dan ia menghendaki mereka berdoa bersamanya. 
Mereka semua masuk ke belakang sebuah tirai yang menutupi sebuah oratorium. Anna membuka pintu-pintu sebuah lemari kecil yang dibangun dalam dinding. Di dalam lemari terdapat sebuah kotak berisi harta pusaka yang sakral, di sisi-sisinya terdapat lampu-lampu dian yang disusun begitu rupa sehingga dapat dipasangkan pada kakinya apabila diperlukan. Lampu-lampu ini sekarang dinyalakan. 
Di kaki altar kecil terdapat sebuah bangku berbantal. 
Kotak berisi beberapa helai rambut Sara yang disimpan Anna dengan penuh hormat; beberapa tulang-belulang Yusuf yang dibawa Musa bersamanya keluar dari Mesir; sesuatu milik Tobit, relikui pakaian, aku pikir; dan piala kecil putih berkilau berbentuk buah pear dari mana Abraham minum ketika ia menerima Berkat dari malaikat, dan yang kemudian hari diambil dari Tabut Perjanjian dan diberikan kepada Yoakim bersama Berkat. 

Aku tahu sekarang bahwa Berkat ini mengambil rupa anggur dan roti dan merupakan makanan sakramental yang menguatkan. 
Anna berlutut di depan altar, seorang perempuan di masing-masing sisinya, dan perempuan ketiga di belakangnya. Lagi aku mendengar mereka mendaraskan sebuah Mazmur. 
Aku pikir semak duri yang menyala di Horeb disebutkan di sana. 
Dan sekarang suatu cahaya adikodrati mulai mengisi kamar dan melayang-layang sekeliling Anna. Ketiga perempuan jatuh prostatio seolah pingsan. 
Sekeliling Anna sinar mengambil bentuk tepat seperti semak duri di Horeb, hingga aku tak lagi dapat melihat Anna. 
Api memancar ke dalam, dan sekonyong-konyong, aku melihat Anna menerima kanak-kanak Maria yang bercahaya dalam kedua tangannya. 
Anna membungkus bayi dalam mantolnya, mendekapkannya ke dada, membaringkannya diatas bangku berbantal didepan relikui, dan melanjutkan doanya. 

Kemudian aku mendengar bayi menangis dan aku melihat Anna menarik kain lenan dari bawah kerudung besar yang membungkusnya. 
Ia membedung bayi, pertama-tama dengan kain abu-abu dan lalu merah, membiarkan dada, kedua tangan, dan kepalanya telanjang; kemudian semak duri yang bernyala pun lenyap. 
Para perempuan kudus bangkit dan dalam ketakjuban penuh sukacita menyambut bayi yang baru dilahirkan itu dalam buaian mereka. 
Mereka menangis haru penuh bahagia. 
Semua melantunkan madah pujian sementara Anna menatang bayi tinggi-tinggi. 
Lagi, aku melihat kamar dipenuhi cahaya dan beribu-ribu malaikat. 
Mereka memaklumkan nama si bayi dengan bernyanyi, 
"Pada hari yang keduapuluh, anak ini hendaknya dinamai Maria." 
Kemudian para malaikat memadahkan Gloria dan Alleluia. 
Aku mendengar semua perkataan ini. 

Anna masuk ke dalam kamarnya dan berbaring di atas pembaringan. 
Para perempuan memandikan dan membedung bayi dan menempatkannya dekat bundanya. 
Di samping pembaringan terdapat sebuah keranjang buaian kecil yang dilengkapi dengan pasak-pasak kayu, dengan mana buaian dapat dipasangkan di kiri atau kanan, atau di kaki tempat tidur sebagaimana dikehendaki. Salah seorang dari para perempuan itu pergi memanggil Yoakim. 
Ia masuk, berlutut di sisi pembaringan Anna, airmatanya mengalir deras atas si bayi. Lalu ia menggendongnya, menatangnya tinggi-tinggi, dan memadahkan sebuah kidung pujian serupa kidung Zakharia. 
Ia berbicara penuh haru mengenai kesediaannya sekarang untuk mati, dan ia menyinggung benih yang diberikan Allah kepada Abraham dan digenapi dalam dirinya, juga mengenai pangkal Isai. 
Aku perhatikan bahwa Maria Heli tidak termasuk di antara mereka yang pertama-tama melihat si bayi, sebab adat Yahudi tidak memperkenankan puteri bersama dengan ibunya pada saat yang demikian. 

Pada saat yang bersamaan kanak-kanak yang baru dilahirkan itu terbaring dalam buaian Anna, aku melihat kanak-kanak dipersembahkan di surga di hadapan Tritunggal Mahakudus dan disambut dengan sukacita tak terkira oleh segenap penghuni surga. 
Kemudian aku mengerti bahwa dengan suatu cara yang adikodrati dinyatakan kepadanya seluruh masa depannya dengan segala sukacita dan dukacitanya. 
Melalui rahmat, kepada Maria diajarkan misteri-misteri yang tak terbatas, namun demikian ia tetap seorang kanak-kanak. 
Pengetahuan yang diberikan kepadanya ini tak akan mampu kita pahami, sebab pengetahuan kita tumbuh pada pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. 
Tetapi, Maria memahami semuanya bagai seorang bayi mengenali buah dada ibunya dan bahwa ia harus minum darinya. 
Sementara penglihatan memudar, aku mendengarnya menangis untuk pertama kalinya. 

Aku melihat kabar kelahiran Maria dimaklumkan juga di limbo dan aku melihat gejolak sukacita dengan mana kabar disambut oleh para patriark, teristimewa oleh Adam dan Hawa yang bersukacita sebab Janji yang dinyatakan kepada mereka di Firdaus sekarang telah digenapi. 
Aku juga melihat bahwa para patriark meningkat dalam status rahmat, bahwa tempat tinggal sementara mereka bertambah terang dan bertambah luas, dan bahwa kepada mereka diberikan pengaruh yang terlebih besar di bumi. 
Seolah segala perbuatan baik mereka, segala penitensi mereka, segala daya upaya hidup mereka, segala kerinduan dan hasrat mereka pada akhirnya membuahkan hasil. 

Segenap alam, yang bergerak maupun yang tak bergerak, manusia maupun binatang digerakkan sukacita, dan aku mendengar madah nyanyian yang merdu. Para pendosa dipenuhi sesal dan tobat. 
Aku melihat, teristimewa sekitar Nazaret dan di bagian-bagian lain Palestina, banyak jiwa-jiwa kerasukan yang pada saat kelahiran Maria menjadi sama sekali murka. 
Mereka melontarkan pekikan-pekikan ngeri, dan mereka dilempar dan dibanting kesana sini. 
Roh-roh jahat berseru dari mereka, "Kita harus mundur! Kita harus keluar!" 

Sukacita terbesarku adalah melihat imam tua Simeon di Bait Allah pada malam kelahiran Maria ini. 
Ia terbangun oleh pekikan ngeri dari mereka yang kerasukan, yang dikurung di sebuah bangunan di salah satu jalanan di Gunung Bait Allah. Simeon bersama yang lainnya bertanggung jawab atas orang-orang kerasukan ini. Pada malam itu ia pergi ke rumah di mana mereka dikurung dan menanyakan penyebab jerit pekik yang membangunkan semua orang dari tidur lelap. Orang kerasukan yang paling dekat pintu masuk berseru dengan ganas bahwa ia harus keluar. Simeon membuka pintu; orang yang kerasukan itu keluar dan darinya roh jahat berseru, "Aku harus pergi! Kami harus pergi! 
Seorang perawan telah dilahirkan, dan di atas bumi ada begitu banyak malaikat yang menyiksa kami. 
Kami harus pergi, dan tidak akan pernah lagi kami berani merasuki manusia!" 
Kemudian aku melihat makhluk malang itu dilempar-lemparkan dengan hebat kian kemari oleh roh jahat yang akhirnya pergi darinya. 
Simeon berdoa dengan khusuk. Aku sungguh bersukacita melihat Simeon tua pada waktu itu. 

Aku juga melihat nabi perempuan Hana dan Noemi terbangun dan diberitahukan kepada mereka dalam penglihatan mengenai kelahiran seorang anak terpilih. 
Noemi adalah saudari ibunda Lazarus; ia tinggal di Bait Allah dan kelak menjadi guru Maria. 
Hana dan Noemi bertemu dan saling menceritakan satu sama lain apa yang telah mereka lihat. Aku pikir mereka mengenal Anna. 

Di negeri Tiga Raja,nabi-nabi perempuan tertentu mendapat penglihatan mengenai kelahiran Santa Perawan. 
Para nabi perempuan ini memberitahukan kepada para imam mereka bahwa seorang Perawan telah dilahirkan dan bahwa demi menyambut sang Perawan banyak roh-roh telah turun ke bumi, namun sebagian roh-roh lainnya berada dalam ketakutan. 
Raja-raja yang mengamati bintang-bintang juga melihat gambar-gambar mengenainya dalam bintang-bintang mereka. 

Di Mesir, pada malam kelahiran, sebuah berhala terlempar dari kuilnya ke dalam laut, dan sebuah berhala lain tumbang dari tempatnya dan hancur berkeping-keping. 

Keesokan paginya, 9 September, aku melihat datang himpunan besar tetangga dari sekitar rumah bersama para pelayan Anna, laki-laki dan perempuan. 
Para perempuan yang berwenang memperlihatkan bayi kepada mereka. 
Banyak dari antara mereka yang sungguh tergerak hatinya dan banyak hati yang jahat diubah. 
Mereka berduyun-duyun datang sebab mereka melihat seberkas sinar di atas rumah Anna pada waktu malam dan juga karena kelahiran anak Anna dipandang sebagai suatu berkat besar. 

Pada tanggal 10 dan 11 September, sanak-saudara lainnya dari pihak Yoakim datang dari Lembah Zebulon, juga para pelayan yang dari jauh. 
Bayi diperlihatkan kepada semua orang dan suatu jamuan diadakan di rumah. 

Pada hari-hari selanjutnya orang datang berkelompok untuk melihat bayi Maria. Buaiannya yang kecil, berbentuk sebuah perahu, ditempatkan di atas sebuah tumpuan yang tinggi, di depan rumah. 
Selimutnya yang bawah berwarna merah, yang atas berwarna putih, dan di atas hamparan selimut-selimut itu terbaring sang bayi yang dibedung hingga sebatas ketiak dalam balutan kain merah dan kain transparan putih. 

Aku juga melihat Maria Kleopas, puteri Maria Heli dan Kleopas, cucu Anna. Pada saat itu Maria Kleopas baru beberapa tahun umurnya. 
Ia bermain dengan bayi Maria dan memeluk serta membelainya. 
Maria Kleopas seorang anak yang kuat dan sehat. 
Ia mengenakan gaun putih tanpa lengan dengan sulaman merah di mana digantungkan bola-bola kecil merah serupa apel. 
Sekeliling lengannya yang telanjang ia mengenakan lingkaran-lingkaran putih yang tampaknya terbuat dari bulu-bulu, sutera atau wool. 
Kanak-kanak Maria juga mengenakan sehelai syal kecil transparan sekeliling lehernya. 



The Visions of Blessed Anne Catherine Emmerich wrote:

MALAM KELAHIRAN MARIA 

Betapa sukacita disegenap penjuru alam raya! Burung-burung berkicau, anak-anak domba dan anak-anak kambing bermain-main dan melompat-lompat gembira, kawanan merpati mengepak-ngepakkan sayap penuh sukacita sekeliling tempat di mana tadinya rumah Anna berdiri. 
Sekarang aku melihat hanya padang liar saja di sana. 
Tetapi aku mendapat penglihatan mengenai para peziarah pada masa-masa yang jauh silam yang, dengan berikat pinggang dan dengan tongkat panjang di tangan, pergi menyusuri negeri menuju Gunung Karmel. 
Di kepalanya mereka mengenakan sehelai kain yang dililitkan di kepala seperti serban. 
Mereka juga ikut ambil bagian dalam kegembiraan alam raya. 
Dan ketika dengan keheranan mereka bertanya kepada para pertapa yang tinggal dekat sana penyebab dari kegembiraan yang meluap-luap ini, mereka mendapatkan jawaban bahwa kegembiraan yang demikian biasa terjadi. 
Mereka senantiasa mengamati malam peringatan kelahiran Maria di sekitar tempat itu di mana tadinya berdiri rumah Anna. 
Para pertapa menceritakan kepada mereka tentang seorang kudus di masa silam yang pertama kali memperhatikan keajaiban alam ini. 
Kisahnya memunculkan perayaan pesta Kelahiran Santa Perawan Maria yang segera saja menjadi umum di segenap penjuru Gereja. 
Dan sekarang aku juga melihat bagaimana ini diwariskan. 

Aku melihat seorang peziarah saleh, dua ratus lima puluh tahun setelah wafat Maria, menyusuri Tanah Suci, mengunjungi dan menghormati segala tempat-tempat yang berhubungan dengan Yesus semasa Ia di dunia. Peziarah ini dibimbing kuasa adikodrati. 
Terkadang ia tinggal selama beberapa hari di tempat-tempat tertentu di mana ia merasakan penghiburan yang luar biasa. 
Di sana ia berdoa dan bermeditasi, dan di sana juga ia menerima wahyu-wahyu dari Yang Mahatinggi. 
Selama beberapa tahun, dari tanggal 7 hingga 8 September, ia mengamati suatu sukacita semarak di alam raya dan mendengar suara-suara malaikat bernyanyi di udara. 
Ia berdoa dengan khusuk guna mengetahui arti semua ini, dan dinyatakan kepadanya dalam suatu penglihatan bahwa itu adalah malam kelahiran Santa Perawan Maria. 
Sang peziarah sedang dalam perjalanan ke Gunung Sinai ketika ia mendapatkan penglihatan ini. 
Dalam penglihatan diberitahukan juga kepadanya mengenai keberadaan sebuah kapel yang dibangun demi menghormati Maria dalam sebuah gua 
Nabi Elia. 
Dan ia diperintahkan untuk mengungkapkan hal ini, pula suasana malam kelahiran Santa Perawan Maria, kepada para pertapa di Gunung Sinai. 

Aku melihatnya lagi ketika ia tiba di gunung. 
Di mana sekarang berdiri biara, di sana bahkan pada masa awali, tinggallah para pertapa yang terserak di sana sini. 
Pada masa itu, seperti juga pada masa sekarang, tempat itu tidak dapat dimasuki dari lembah. 
Untuk mencapai puncak gunung dari sisi tersebut dipergunakan mesin-mesin pengerek. 
Aku melihat, sebagai hasil dari pewartaan sang peziarah, di sini untuk pertama kalinya dirayakan pesta peringatan Kelahiran Santa Perawan Maria pada tanggal 8 September tahun 250, dan kemudian perayaan ini diperkenalkan ke wilayah-wilayah lain Gereja. 

Aku melihat para pertapa menemani sang peziarah ke gua Elia untuk mengunjungi kapel yang dibangun dalam sana demi menghormati Maria. 

Tetapi tidaklah mudah menemukan gua, sebab gunung diselimuti kebun-kebun yang masih menghasilkan buah-buah berlimpah meski telah lama dibiarkan liar, ada banyak gua-gua para pertapa dan kaum Esseni di sana. 
Peziarah yang mendapat penglihatan meminta mereka untuk mengutus seorang Yahudi ke berbagai gua itu, dan gua yang dapat dimasukinya itulah gua Elia. 
Demikianlah diperintahkan kepadanya dalam penglihatan. 
Aku kemudian melihat mereka mengutus seorang Yahudi tua untuk masuk ke dalam gua-gua, tetapi, setiap kali ia mencoba masuk ke suatu gua yang memiliki jalan masuk sempit yang dibangun di depannya, ia terpental. 
Dengan mukjizat inilah akhirnya ditemukan gua Elia. 
Setelah masuk, mereka menemukan sebuah gua lain yang jalan masuknya telah ditutup oleh batu-batu; inilah kapel di mana Nabi Elia berdoa menghormati Bunda Juruselamat yang akan datang. 
Banyak relikwi-relikwi suci yang masih disimpan di sana, tulang-belulang para nabi dan patriark, tirai-tirai dan bejana-bejana yang dulu dipergunakan dalam upacara-upacara Hukum Lama. 

Tempat di mana semak duri tadinya berdiri disebut dalam bahasa negeri itu: Bayangan Tuhan. 
Orang masuk ke dalamnya dengan bertelanjang kaki. 
Kapel Elia memiliki dinding dari batu-batu besar yang indah di mana terdapat galur-galur serupa bunga-bunga. 
Sesudahnya, batu-batu ini dipergunakan untuk pendirian gereja. 
Di sekitar sana terdapat sebuah gunung yang seluruhnya berpasir merah, dan meski demikian menghasilkan buah-buah yang menarik hati. 

Aku tahu dari St Brigitta bahwa jika seorang perempuan hamil berpuasa pada malam kelahiran Maria dan dengan khusuk mendaraskan sembilan Salam Maria demi menghormati sembilan bulan yang dilewatkan Santa Perawan dalam rahim St Anna; jika ia kerap mengulang doa-doa ini sepanjang kehamilannya, dan teristimewa pada malam kelahiran, menyambut Sakramen-sakramen kudus dengan khidmad, maka Santa Perawan sendiri yang akan mempersembahkan doa-doa perempuan ini kepada Tuhan dan mendatangkan atasnya, bahkan meski dalam situasi-situasi yang amat kritis, kelahiran yang bahagia. 

Aku melihat Santa Perawan pada malam kelahirannya. 
Ia mengatakan kepadaku, "Barangsiapa pada malam ini (7 September) mendaraskan sembilan kali Salam Maria dengan penuh cinta dan khusuk demi menghormati sembilan bulan yang aku lewatkan dalam rahim bundaku, dan juga demi menghormati kelahiranku, dan meneruskan devosi yang sama selama sembilan hari berturut-turut, maka setiap hari ia memberikan kepada para malaikat sembilan kuntum bunga untuk suatu karangan bunga. 
Karangan bunga ini dibawa para malaikat ke surga dan dipersembahkan kepada Tritunggal Mahakudus guna mendapatkan perkenan Allah bagi dia yang berdoa." 

Aku dibawa ke suatu tempat tinggi antara surga dan bumi. 
Aku melihat bumi di bawahku redup dan suram; 
di atasku surga di mana, di antara paduan-paduan suara para malaikat dan susunan para terberkati, adalah Santa Perawan di hadapan tahta Allah. 
Aku melihat dipersiapkan bagi Santa Perawan dua tahta kehormatan, dua bangunan kehormatan, yang akhirnya menjadi gereja-gereja, ya, 
seluruh kota-kota, dan gereja-gereja dibentuk dari doa-doa di bumi. 
Gereja-gereja dibangun sepenuhnya dari bunga-bungaan, dedaunan, karangan-karangan bunga, berbagai macam ragam nilai dan karakteristik doa pribadi dan doa seluruh jemaat. 
Para malaikat dan para kudus mengambilnya dari tangan-tangan mereka yang mempersembahkannya dan lalu menghantarnya ke surga. 

sumber : "The Lowly Life And Bitter Passion Of Our Lord Jesus Christ And His Blessed Mother Together With The Mysteries Of The Old Testament: from the visions of Blessed Anne Catherine Emmerich"; 
www.jesus-passion.com 

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: "diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Catholic Spiritual Direction." 

Kamis, 12 Juli 2012

06. NILAI SEBUAH MISA HARIAN

Hari ini saya membuka APIK, dan mendapatkan ini, yang saya ingin bagikan bagi pencinta setia , Misa Harian

Berat dari satu Misa Kudus

Kisah nyata berikut ini berhubungan dengan Sr.M.Veronica Murphy, seorang biarawati tua yang mendengar langsung dari mulut mendiang yang terhormat Fr.Stanislaus SS.CC.

Suatu hari beberapa tahun yang lalu,disebuah kota kecil di Luxemburg, Seorang Kapten Penjaga Hutan sedang berbincang serius dengan seorang tukang daging saat seorang wanita tua masuk kedalam toko. Si tukang daging menghentikan pembicaraan dan bertanya ke wanita tua apa yang diinginkannya. Wanita itu memohon untuk sedikit daging tapi ia tidak punya uang. 

Kapten itu merasa geli pada percakapan yang terjadi antara wanita miskin dan tukang daging itu, "Hanya sedikit daging, tapi berapa yang akan anda bayar?" ia bertanya.

"Maaf saya tidak punya uang tapi saya akan menghadiri Misa kudus bagi anda". kata wanita itu kepada tukang daging. Baik tukang daging dan Kapten adalah laki-laki yang baik tetapi sangat acuh terhadap agama, sehingga mereka seketika mulai mengejek jawaban wanita tua itu. 

"Baiklah ," kata tukang daging, "Anda pergi dan mendengar Misa bagi saya dan ketika anda kembali saya akan memberikan daging sebanyak nilai Misa itu." Wanita itu meninggalkan toko dan kembali beberapa saat kemudian. Tukang daging melihat dia mendekati meja lalu berkata, "Baiklah kita akan lihat." 

Dia mengambil secarik kertas dan menulis di atasnya "aku mendengar Misa untukmu." Dia kemudian meletakkan kertas pada satu sisi timbangan dan sebuah tulang kecil di sisi lain tapi tidak ada yang terjadi. Selanjutnya ia menempatkan sepotong daging bukan tulang, tapi kertas masih terbukti lebih berat. 

Kedua pria ini mulai merasa malu akan ejekan mereka tapi meneruskan permainan mereka. Sepotong daging besar ditempatkan supaya seimbang, tetapi kertas itu tetap bertahan. Tukang daging menjadi putus asa dan memeriksa timbangan, tetapi mendapatkan semuanya baik2 saja 

"Apa yang kau inginkan wanita yang baik? Apakah saya harus memberikan seluruh kaki daging domba ini ?". Iapun meletakkan kaki domba itu ke timbangan, tetapi kertas itu melebihi berat daging. Kemudian sepotong daging yang lebih besar diletakkan,tapi berat tetap ada disisi kertas.
Ini sangat mengesankan si tukang daging dan membuat ia bertobat, dan berjanji untuk memberikan wanita itu jatah daging harian. 

Adapun Kapten itu, dia meninggalkan toko menjadi orang yang telah diubah dan menjadi seorang pencinta Misa harian yang setia. Dua dari putranya menjadi imam, seorang menjadi imam Jesuit dan seorang lainnya adalah imam dari Hati Kudus Yesus. 

Pater Stanislaus menutup kisahnya dengan berkata "Sayalah imam dari Hati Kudus Yesus itu dan Kapten itu adalah ayah saya." 

Sejak kejadian itu Kapten tsb. menjadi petugas misa harian dan anak-anaknya dilatih untuk mengikuti teladannya. Kemudian, ketika anak-anaknya menjadi imam, ia menasehati mereka untuk berkata baik mengenai Misa setiap hari dan jangan pernah karena kelalaian mereka, mereka melewati Kurban Misa Kudus.

Ingatlah bahwa "Satu Misa Kudus satu hari menjauhkan Iblis pergi"

THE WEIGHT OF THE HOLY MASS
(From the Catholic Society of Evangelists Newsletter, August, 1999) 

The following TRUE STORY was related to Sr. M.  Veronica Murphy by an elderly nun who heard it from the lips of the late Reverend Father Stanislaus SS.CC 

One day many years ago, in a little town in  Luxembourg , a Captain of the Forest Guards was in deep conversation with the butcher when an elderly woman entered the shop. The butcher  broke off the conversation to ask the old  woman what she wanted. She had come to beg for a little meat but had no money.

The Captain was amused at the woman and the butcher. 'Only a little meat, but how much are you going to give her?', he wondered. 

'I am sorry I have no money but I'll hear Mass for you, ' the woman told the butcher.  Both the butcher and the Captain were indifferent about religion, so they at once began to scoff at the old woman's idea. 

'All right then,' said the butcher. 'You go and hear Mass for me and when you come back I'll give you as much as the Mass is worth'.
The woman left the shop and returned later. She approached the counter and the butcher said. 'All right then we'll see.' 

He took a slip of paper and wrote on it 'I heard a Mass for you.'
He placed the paper on the scales and a tiny bone on the other side, but nothing happened.
Next he placed a piece of meat instead of the bone, but still the paper proved heavier. 

Both men were beginning to feel ashamed of their mockery but continued their game.  A large piece of meat was placed on the balance, but still the paper held its own.  The butcher, exasperated, examined the scales but found they were alright.

'What do you want my good woman? Must I give you a whole leg of mutton?' At this he placed the leg of mutton on the balance, but the paper outweighed the meat. A larger piece of meat was put on, but again the weight remained on the side of the paper. This so impressed the butcher that he was converted and promised to give the woman her daily ration of meat. 

As for the Captain, he left the shop a changed man and became an ardent lover of daily Mass. Two of his sons became priests, one a Jesuit & the other a Father of the Sacred Heart.

Father Stanislaus finished the story by saying, 'I am from the Religious of the Sacred Heart & the Captain was my father.

'From this incident the Captain became a daily Mass attendant & his children were trained to follow his example. 

Later, when his sons became priests, he advised them to say Mass well every day and never miss the Sacrifice of the Mass through any fault of their own. 

If you like the story, share it with someone.  
Remember too that 'a Holy Mass a day keeps the Devil away'.

Jumat, 22 Juni 2012

05. KETAMAKAN ITU BODOH


KETAMAKAN ITU BODOH

Mungkin anda pernah menonton sandiwara dengan pelakunya, Joshua Enrod. Ia seorang bankir di sebuah kota kecil di Midwetern. Tugas khususnya menyita jaminan dari pinjaman para janda yang tak punya teman. Wajahnya tipis, mulutnya keras, matanya tajam dan dingin. Ia kesepian. Tak seorangpun yang mencintainya; orang-orang membencinya. Ketamakannya merusakkan dan menghancurkan kebahagiaannya.

Joshua lagi marah. Kesulitan demi kesulitan menimbulkan kepanikan dalam rumahnya. Mula-mula istrinya jatuh sakit, dan terkatung-katung dalam keadaan invalid bertahun-tahun, lalu meninggal. Tadinya Joshua berharap putrinya akan membuat hari tuanya cerah, tetapi putrinya lari dari rumah untuk kawin dengan pacarnya. Pembantu rumah sulit dicari. Dengan semua uangnya. Joshua mengalami sedikit saja rasa damai.

Ia juga marah karena rencananya begitu lambat berkembang, dan penyelesaian persoalan-persoalannya sangat seret. Ia mengeluh menghadapi penundaan yang tidak habis-habisnya. Ia tidak tahu bahwa penundaan  itu akibat tindakannya. Ia coba menggambar nasibnya lebih dulu, menuntut supaya kehidupan menyesuaikan diri dengan gambar itu.

Sedikit saja yang bisa menanggulangi kesulitan kalau pikiran mereka kaku. Cara hidup yang lebih baik tak mungkin dicapai kalau keangkuhan berdiri menghadang. Ceritakanlah pada Enrod salah satu kemungkinan untuk menyelesaikan masalah itu dan ia akan percaya “itu tak mungkin dilakukan.” Anda kira ia sungguh-sungguh mencari fakta, padahal ia memaksudkan kesimpulan yang sesuai dengan prasangkanya. Segala yang lainnya tak masuk akal.

Selama seseorang bersikukuh mencocokkan kejadian dengan kepribadiannya yang salah bentuk, fakta akan selalu dibengkokkan. Ia tak akan bebas dari kesimpulan yang berpusat-pada-diri sebelum ia mau melepaskan diri dari ketamakan.

Jutaan orang telah mengalami test psikologi sewaktu mereka dipanggil untuk wajib militer. Atas dasar tes ini, para penguji menaksir untuk seluruh negeri (Amerika Serikat), bahwa angka kecerdasan begitu rendah, sehingga orang-orang dimana-mana bangkit memprotes. Semua kita ini bukan orang dungu, kata mereka. Mungkin tidak semua, tetapi dalam hal tertentu sehubungan dengan gagasan yang kita perbincangkan, kita hampir mendekati orang dungu.

Terutama menghadapi suatu kejahatan, yakni ketamakan. Berabad-abad manusia telah diberitahu bahwa ia tidak patut berlaku serakah. Ketamakan telah dilukis sebagai dosa yang memautkan. Akibatnya justru ketamakan main memerintah dunia. Kalau sedikit hikmat terdapat dalam usaha mengatasinya, kerakusan akan bisa dibuang ke tempat barang-barang kuno.

Kegelisahan merupakan musuh kita yang paling besar, dan kegelisahan berlindung dibalik ketamakan. Ajukanlah pertanyaan ini pada diri anda; andaikan kerjasama dan saling menolong mengatur tingkah laku manusia selama lima ribu tahun terakhir apakah kehidupan anda akan sesulit sekarang? Pikirkanlah hal-hal yang berguna bagi manusia yang telah dirusakkan oleh ketamakan; lewat peperangan, komersialisme yang loba, perampasan dan kelalaian. Ingatlah kota-kota hasil karya seni, kesusasteraaan, tempat-tempat yang berguna bagi umum yang telah dihancurkan. Ingatlah hutan, tambang, padang rumput yang dibinasakan; kesehatan pikiran dan tubuh dalam kehidupan uamat manusia yang membanting tulang selalu diabaikan.

Korupsi, suap, kejahatan dan perang mengancam justru kehidupan manusia di bumi. Mengapa sampai manusia membunuh diri? Bagaimana bisa umat manusia sampai membinasakan diri dan membuang hak-hak kelahirannya? Karena kepicikan yang sama yang berpengaruh dalam kehidupan anda dan kehidupan saya sewaktu kita bertindak dalam batas waktu satu hari, setahun, atau dalam masa berlangsungnya suatu pengalaman yang terbatas. Sekali lagi ukuran baik dan buruk memerlukan pengujian berpuluh-puluh tahun. Kita mencapai tujuan kecil dengan berlaku tamak, lalu kehilangan kasih dan kepercayaan dari orang-orang yang mestinya bisa memberi kekayaan dan kebahagiaan bagi kita. Kita memang dalam peperangan kecil dan kalah dalam seluruh kampanye. Bahkan para jutawan kalah, karena lumpuhnya kehidupan dalam jiwa mereka.

Andaikata anda tinggal di suatu pulau di laut selatan yang tak dihuni manusia, kebanyakan persoalan akan sederhana saja, langsung berhubungan dengan makanan, pakaian dan tempat berteduh. Dalam peradaban semu, anda masih berhubungan dengan urusan makan, pakaian dan tempat berteduh, tapi hubungan itu tidak langsung.

Sekelompok pendukung militerisme, demi tujuan-tujuan komersil, menimbulkan peperangan di Eropa. Kehidupan dikacaubalaukan. Pajak dinaikkan, harga makanan membubung, seribu satu macam urusan dipersulit. Di lingkungan anda sekelompok polisi memasang saluran selokan yang mahal, atau pohon-pohon ditebangi di dekat rumah anda. Manusia, manusia, manusia di mana-mana menimbulkan gangguan. Tidak sampai sepersepuluh dari kegelisahan anda diciptakan oleh alam atau “perbuatan Allah”.

Untuk sementara mungkin anda cukup kuat untuk “bersabar” terhadap mereka yang menciptakan perang dan merampas hak orang lain. Mungkin anda cukup “licin” dengan cara bermain anda. Tapi akhirnya kehidupan, manusia dan ganjaran akan menyingkapkan diri anda. Bila anda tersingkap sebagai orang tamak, maka keinginan-keinginan anda akan dirintangi.

Demikian pula dengan setiap bentuk keangkuhan. Anda mengalah kepada kemarahan, bertengkar dengan galaknya, maka cinta kasih hilang. Perjanjian yang berharga jadi rusak. Dalam lingkungan lain, perasaan anda terganggu. Anda mendongkol, diliputi oleh pikiran yang tidak sehat. Saraf anda jadi tegang, kecerdasan anda jadi tumpul. Dengan satu cara atau lain cara, kekuatan akan makin berkurang bila keangkuhan bertambah.

Memang fakta yang aneh bahwa ketamakan merupakan akibat kebangggaan-diri yang berlebihan. Atau dengan kata lain, kegagalan akibat keangkuhan , itulah yang menyebabkan kita jadi tamak, bukan usaha mencintai-diri  yang tidak begitu biadab.

Ringkasnya, ketamakan itu melanggar hukum keutuhan-diri. Ia yang percaya akan prinsip yang tidak memperbolehkan dikompromikannya kepribadian tidak akan memeras orang lain. Ia mengakui KESUCIAN HIDUP sebagai hak setiap orang termasuk dirinya. Juga ia tak akan mengabaikan rumus ajaib dengan memaksakan kepada orang lain tujuan pribadinya. Pemuasan kebanggaaan dirilah yang menjadi tujuan ketamakan yang tidak memperdulikan apapun dan siapapun.

Memang aneh bahwa walaupun dorongan ketamakan ini bodoh, toh ia telah menguasai dunia begitu lama. Lebih aneh lagi keutuhan diri yang begitu penting kurang diperhatikan, ketamakan sering merajalela. Jika anda berbicara memuji sikap mencintai-diri yang mengembalikan kepada manusia, sedikit hak kelahiran mereka, anda akan mengundang kutukan dari banyak orang baik. Tetai seranglah ketamakan yang telah berurat dan berakar maka anda akan disebut orang radikal yang berbahaya. Tampaknya kebanyakan orang percaya bahwa ketamakan harus dibiarkan bertahan. Kekuasaan yang selalu merampas orang lain kelihatannya terlalu kuat dilindungi sehingga sulit diserang. Tetapi itu tidak akan lama.

Minggu, 17 Juni 2012

04. Didik Anak-mu. Tidak Gampang. Butuh Kebijakan

Nah, ini bagus. Aku Copas dari millis APIK

Dear Friends,

Bacalah Artikel menarik ini....

Kasih & Didikan 

Seorang gadis kecil berbicara dengan ibunya yg seorang single parent. Ia
bertanya, "Bu, jika ada nyamuk hendak menggigit tanganku, apakah ibu mau memberikan tangan ibu agar digigit olehnya?"

Ibunya berkata, "Tidak, nak. Ibu MEMILIH mengejar & mematikan nyamuk itu agar tidak mengigit siapa pun."

Gadis
itu bertanya lagi, "Bu, kalau di rumah hanya ada sepiring nasi, apakah 
ibu rela berpuasa & memberikan nasi itu kepadaku?" 

Sang ibu 
lagi-lagi menggeleng, "Tidak nak. Ibu MEMILIH bekerja lebih giat agar 
kita semua bisa makan." Sang gadis kecil tersenyum, "Ah, ibu memang 
hebat. Aku tahu aku bisa selalu bergantung kepada ibu."

Mendengar
komentar anaknya itu, si ibu berkata,
"Anakku, kamu adalah anugerah terindah yang ibu dapatkan dari Tuhan 
dalam hidup ibu. Ibu ingin selalu memanjakan kamu. Tapi hal itu tidak 
baik untuk masa depanmu."

"Karena itu ibu MEMILIH untuk selalu 
mendidikmu dengan disiplin supaya kamu menjadi seorang gadis yang pintar
dan mandiri. Karena ibu tahu, ibu tidak akan mungkin selalu bersamamu. "
…………………………………

(teks asli dikirim oleh desi_sanwa@yahoo.co.id di milis jeda_KAJ@yahoogroups.com) :)

…………………………………
Banyak ibu mau berkorban untuk anak-anaknya.
Tapi sesungguhnya tugas utama seorang ibu bagi anak-anaknya bukanlah 
berkorban melainkan MEMELIHARA DAN MENDIDIK mereka dengan penuh CINTA. 
Pengorbanan adalah konsekuensi utama dari mencintai. Jangan sampai 
terbalik dan keliru dimengerti… 

Renungan di atas ini cerdas, 
mendidik dan positif! Mengajarkan asertivitas, kerja keras, kemandirian 
dan tanggungjawab yang positif. 

Sangat kontras jika dibandingkan
dengan renungan lawas berjudul "Ibu seorang Pembohong" yang banyak 
beredar di internet. Renungan ibu yang suka berbohong demi kebaikan 
anaknya walaupun mengharukan dan tampak penuh kasih, sesungguhnya 
mengekspresikan kebodohan (dalam berkomunikasi & berpikir kreatif), 
keengganan bekerja keras, dan mengkorupsi nilai Kejujuran. 

Kesuksesan dalam kehidupan karier, bisnis, relasi sosial, maupun cinta, semua berawal dari pilihan...

Temukan jawaban atas kebimbanganmu.. Tentukan sikap dan pilihanmu.. Hadapi 
tantangan di hadapanmu.. Maka segalanya akan menjadi baik untukmu...

Senin, 28 Mei 2012

03. "Membunuh Mertua" ala Sinshe Wang

Saking Bencinya, sang mantu kepada ibu mertua, karena ketidak cocokan, dapat membuat sebuah rumah tangga kacau balau. Kejengkelan yang mencapai puncaknya bisa mendorong seseorang 'untuk melenyapkan' sang ibu mertua.

Nah, di bawah ini disajikan sebuah kisah "Menantu membunuh Mertua" (MmM)


Dahulu kala di negeri Cina, adalah seorang gadis bernama Li-Li. Ia baru menikah dan tinggal di wisma mertua indah.

Dalam waktu singkat, Li-Li tahu bahwa ia sangat tidak cocok tinggal serumah dengan ibu mertuanya. Karakter mereka sangat jauh berbeda. Dan Li-Li sangat tidak menyukai kebiasaan ibu mertuanya.

Hari berganti hari, begitu pula bulan berganti bulan. Li-Li dan ibu mertuanya tak pernah berhenti berdebat dan bertengkar.

Yang makin membuat Li-Li kesal adalah adat kuno Cina yang mengharuskan ia untuk selalu menundukkan kepala untuk menghormati mertuanya dan mentaati semua kemauannya.

Semua kemarahan dan ketidakbahagiaan di dalam rumah itu menyebabkan kesedihan yang mendalam pada hati suami Li-Li, seorang yang berjiwa sederhana.

Akhirnya, Li-Li tidak tahan lagi terhadap sifat buruk dan kelakuan ibu mertuanya. Dan ia benar-benar telah bertekad untuk melakukan sesuatu.

Li-Li pergi menjumpai seorang teman ayahnya yaitu Sinshe Wang yang mempunyai Toko Obat Cina. Ia menceritakan situasinya dan minta dibuatkan ramuan racun yang kuat untuk diberikan pada ibu mertuanya.

Sinshe Wang berpikir keras sejenak. Lalu ia berkata, "Li-Li, saya mau membantu kamu menyelesaikan masalahmu, tetapi kamu harus mendengarkan saya dan mentaati apa yang saya sarankan."

Li-Li berkata, "OK pak Wang, saya akan mengikuti apa saja yang bapak katakan, yang harus saya perbuat."

Sinshe Wang masuk ke dalam, dan tak lama ia kembali dengan menggenggam sebungkus ramuan.

Ia berkata kepada Li-Li, "Kamu tidak bisa memakai racun keras yang mematikan seketika, untuk meyingkirkan ibu mertuamu, karena hal itu akan membuat semua orang menjadi curiga.

Oleh karena itu, saya memberi kamu ramuan beberapa jenis tanaman obat yang secara perlahan-lahan akan menjadi racun di dalam tubuhnya.

Sinshe Wang melanjutkan, “Setiap hari, sediakan makanan yang enak-enak dan masukkan sedikit ramuan obat ini ke dalamnya. Lalu, supaya tidak ada yang curiga saat ia mati nanti, kamu harus hati-hati sekali dan bersikap sangat bersahabat dengannya. Jangan berdebat dengannya, taati semua kehendaknya, dan perlakukan dia seperti seorang ratu."

Li-Li sangat senang. Ia berterima kasih kepada pak Wang dan buru-buru pulang ke rumah untuk memulai rencana membunuh ibu mertuanya.

Minggu demi minggu, bulan demi bulan pun berlalu. Setiap hari Li-Li melayani mertuanya dengan makanan yang enak-enak, yang sudah "dibumbuinya".

Ia mengingat semua petunjuk dari Sinshe Wang tentang hal mencegah kecurigaan. Maka ia mulai belajar untuk mengendalikan amarahnya, mentaati perintah ibu mertuanya, dan memperlakukannya seperti ibunya sendiri.

Setelah enam bulan lewat, suasana di dalam rumah itu berubah secara drastis. Li-Li sudah mampu mengendalikan amarahnya sedemikian rupa sehingga ia menemukan dirinya tidak pernah lagi marah atau kesal

Ia tidak pernah berdebat lagi dengan ibu mertuanya selama enam bulan terakhir karena ia mendapatkan bahwa ibu mertuanya kini tampak lebih ramah kepadanya.

Sikap si ibu mertua terhadap Li-Li telah berubah, dan mulai mencintai Li-Li seperti puterinya sendiri. Ia terus menceritakan kepada kawan-kawan dan sanak familinya bahwa Li-Li adalah menantu yang paling baik yang ia peroleh

Li-Li dan ibu mertuanya saling memperlakukan satu sama lain seperti layaknya seorang ibu dan anak yang sesungguhnya. Suami Li-Li sangat bahagia menyaksikan semua yang terjadi.

Suatu hari, Li-Li pergi menjumpai Sinshe Wang dan meminta bantuannya sekali lagi. Ia berkata, "Pak Wang, tolong saya untuk mencegah supaya racun yang berikan kepada ibu mertua saya tidak sampai membunuhnya!”

Ia telah berubah menjadi seorang wanita yang begitu baik, sehingga saya sangat mencintainya seperti kepada ibu saya sendiri. Saya tidak mau ia mati karena racun yang saya berikan kepadanya."

Sinshe Wang tersenyum. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Li-Li, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Saya tidak pernah memberi kamu racun. Ramuan yang saya berikan kepadamu itu hanyalah ramuan penguat badan untuk menjaga kesehatan beliau.”

Satu-satunya racun yang ada, adalah yang terdapat di dalam pikiranmu sendiri, dan di dalam sikapmu terhadapnya, …”

“… tetapi semuanya itu telah disapu bersih dengan cinta yang kamu berikan kepadanya ..."

Sadarkah anda bahwa sebagaimana anda memperlakukan orang lain maka demikianlah persis bagaimana mereka akan memperlakukan anda?

Ada pepatah Cina kuno berkata:
"Orang yang mencintai orang lain, akan dicintai juga sebagai balasannya."

02. Spiritualitas Perkawinan

Tulisan berikut saya copas dari tulisan Rm. St. Sumardiyo Adipranoto, Pr (Keuskupan Bogor)


SPIRITUALITAS  PERKAWINAN  MENDASARI

PEMBANGUNAN  KELUARGA  KRISTIANI

( Ef 5:22-33 )

1. Spiritualitas

Spiritualitas itu merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin, “spiritus” (spirit) yang berarti “roh”. Spiritualitas itu maksudnya suatu dinamika, semangat, corak hidup spiritual, yaitu usaha yang terus-menerus untuk mencari dan menjalani suatu pola hidup yang khas. Hidup spiritualitas itu biasanya berakar dalam hidup beriman yang dibagikan, maka spiritualitas ini memerlukan suatu komunitas, atau suatu persekutuan hidup. Dan komunitas atau persekutuan hidup ini berpusat pada perjumpaan dengan Yang Ilahi, pertemuan dengan Tuhan dalam sharing iman atau saling membagi pengalaman rohani. Itulah kehidupan yang diwarnai dengan hidup spiritual. Pada intinya, spiritualitas itu sama untuk setiap pribadi, yaitu: menjadikan diri sebagai pribadi beriman, dengan hidup bersama dalam jalan dan rencana Tuhan, agar dapat menjalankan corak hidup rohani atau hidup spiritual yang khas dalam kehidupan sehari-hari.

2. Perkawinan atau Pernikahan

Pada umumnya perkawinan itu merupakan perpaduan bukan pemisahan. Perpaduan apa? Perpaduan dua pribadi: pria dan wanita, yang masing-masing membawa-serta keunikan, watak dan sifat yang tidak sama, namun mereka dipanggil untuk hidup menyatu dan membentuk “communio”, yang hidup saling mencintai dan diutus untuk hidup saling melengkapi, menguduskan serta menyelamatkan. Apa itu mungkin? Mengapa tidak? Apakah dasarnya? Asalkan kedua pribadi, pria dan wanita itu ada kesepakatan atau konsensus dan mendasarkan niatnya dengan spiritualitas hidup saling mencintai! Karena itu konsep alkitabiah mengenai perkawinan atau pernikahan: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej 2:24). Kemudian dalam perjanjian baru, Rasul Paulus menegaskan kembali: “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging” (Ef 5:31).

Sedangkan perkawinan atau pernikahan Kristiani yang bersifat sakramental melibatkan lebih dari dua pribadi, pria dan wanita. Sebagai anggota Pasamuan Suci atau Gereja Kudus Tuhan Yesus Kristus, maka di dalam perkawinan Kristiani dihadirkan juga di dalamnya Pribadi ketiga, yaitu Yesus Kristus. Dialah yang akan memberi makna, membimbing, mempersatukan dan mengarahkan ralasi dan hidup suami-istri Kristiani. Perkawinan mereka itu diangkat ke martabat Sakramental. Sakramen itulah yang menjadikan tanda dan bukti kehadiran Tuhan. Karenanya dalam perkawinan Kristiani, tanda dan bukti kehadiran Tuhan Yesus yang mencintai Umat-Nya itu diwujud-nyatakan secara khusus, bukan dengan benda, melainkan dua pribadi, pria dan wanita yang saling mencintai. Maka dari itu, perkawinan Kristiani selayaknya berlangsung dalam Liturgi Sakramen Perkawinan.

3. Liturgi Sakramen Perkawinan

Dalam liturgi sakramen perkawinan itu kedua pengantin akan mengucapkan janji prasetia (sumpah), yaitu perjanjian yang dibuat di hadapan Allah, imam dan para saksi serta disaksikan juga oleh umat Allah yang hadir. Mereka itu “dipersatukan oleh Allah” karena mendasari dengan cinta, saling menerimakan sakramen perkawinan, maka Allah menetapkan manusia-pria untuk menjadi tanda cinta-Nya bagi sang istri; dan Allah mengangkat manusia-wanita untuk menjadi tanda cinta-Nya bagi sang suami. Jaminan semacam inilah yang akan membuat mereka saling bertahan; bukan karena kekuatan hukum atau takut akan sanksi jika melanggar, melainkan karena perjanjian, kesepakatan atau konsensus dari dua pribadi yang dilalakukannya di hadapan Allah itu, tanpa syarat.

4. Konsekuensi bagi Suami-Istri

Suami-istri menjadi tanda kehadiran kasih Allah satu sama lain. Mereka berdua pada hakikatnya menjadi satu. Lambang dan perwujudan kasih setia Yesus Kristus kepada Gereja-Nya (bdk. Ef 5:24-28). Mereka itu membentuk keluarga, yaitu persekutuan hidup antara pria dan wanita yang membentuk komunitas antar pribadi berdasarkan cintakasih dan konsensus. Konsekuensinya, persekutuan hidup perkawinan itu menyatukan pria dan wanita dalam kesatuan lahir dan batin, dan mencakup aspek hidup raga, jiwa dan spiritual. Inilah komitmen yang mereka bangun berdasarkan kebebasan. Hal inilah yang memungkinkan pria dan wanita dapat saling menerima dan memperkaya satu sama lain.

Hidup suami-istri Kristiani yang mendasarkan persekutuan hidupnya dalam sakramen baptis dipanggil dan diutus untuk mengambil bagian dalam Tritugas Yesus Kristus, yaitu semakin didorong untuk menampilkan diri sebagai Nabi (mengajar, mewartakan, memberikan kesaksian); Imam (saling menguduskan jiwa, mendekatkan hati dan hidupnya kepada Tuhan); dan Raja (saling melayani dan mengabdikan diri kedalam dan keluar dari pasangannya).

Bagaimana kita mesti mewujudkan dan mengembangkan spiritualitas perkawinan dalam persekutuan kasih saumi-istri? Pasutri dipanggil dan diutus  menyatakan bagaimana Yesus mencintai Gereja-Nya: hidup bergembira, saling menyukai satu sama lain, saling merawat kesetiaan, saling mengampuni, saling menjadikan dirinya pendengar yang baik, saling memberikan pertolongan yang menyelamatkan dan menguduskan satu sama lain, agar dapat menemukan jadi diri mereka dalam satu sama lain.
5. Keluarga Dibangun Atas Dasar Saling Mecintai

Keluarga, didasarkan pada perkawinan, merupakan suatu persekutuan hidup dan cinta kasih (suatu persekutuan ‘seluruh hidup’ menurut Hukum Gereja, Kitab Hukum Kanonik can. 1055), mempunyai ‘elemen yang tidak dapat dihilangkan’ yang ‘membuat perkawinan’, yakni pertukaran konsensus atau kesepakatan ‘nikah’, dan memberntuk suatu persekutuan seluruh hidup (bdk. KGK no.1601), merupakan pemberian diri di dalam Tuhan dan melalui Tuhan.  Pemberian diri yang diungkapkan dalam konsensus itu bersifat “pribadi dan tidak dapat ditarik kembali” yang membentuk perjanjian perkawinan, memuat semangat dan kualitas untuk saling ‘memberikan diri’ secara total dan definitif (KGK 2364). Pemberian diri secara total membawa pada kebutuhan akan makna dan arti kesetiaan suami-istri. Hal ini merupakan bentuk konkret pemberian diri dan hidup yang melibatkan dan membebaskan. Cinta kasih yang mendasari dan menjadi sumber hidup persekutuannya itu mengkondisikan orang tidak merasa takut dan kuatir akan pasangannya; dan tidak akan secara bebas satu sama lain mengkhianati makna dan arti persekutuannya itu. 

Dalam Kejadian 2:24 ditekankan: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”  Sikap “saling memberikan dirinya”, pasangan suami-istri, “menjadi ‘una caro’, satu daging”, yaitu merupakan suatu “communio personarum” (persekutuan pribadi-pribadi) dalam kesatuan hidup jiwa, raga dan rohani. Mereka saling memberikan diri dengan daya kekuatan jiwa, raga dan rohani melalui dan dalam cinta kasih di mana seks dialami dan dihayati sebagai suatu bahasa yang mengungkapkan ‘pemberian diri’.

Sebagaimana dikatakan Paus Yohanes Paulus II dalam seruan apostolik “Familiaris Cosortio”, atau ensikliknya, bahwa seks adalah suatu sarana dan tanda pemberian diri timbal-balik. “Oleh karena itu seksualitas, yang bagi pria maupun wanita merupakan upaya atau sarana untuk saling menyerahkan diri melalui tindakan yang khas dan eksklusif bagi suami-istri, sama sekali tidak melulu bersifat biologis, tetapi menyangkut kenyataan pribadi manusiawi juga. Seksualitas itu hanya diwujudkan secara sungguh manusiawi, apabila merupakan unsur integral dalam cinta kasih suami-istri, yang saling menyerahkan diri sepenuhnya seumur hidup (FC 11).

Kemudian Katekismus Gereja Katolik mengajarkan: “Gereja memandang kesepakatan pria dan wanita sebagai unsur yang mutlak perlu untuk perjanjian perkawinan. Sebab, kalau kesepakatan tidak ada, perkawinan tidak jadi (KGK no.1626). Lantas pada KGK no.1627 dikatakan: “Kesepakatan itu merupakan ‘tindakan manusiawi’, yakni saling menyerahkan diri dan saling menerima antara suami dan istri” (GS 48,1; bdk. KHK no. 1057 $2). Saling diucapkan oleh mempelai pria: “Saya menerima engkau sebagai istri saya.”; demikian mempelai wanita itu mengatakan: “Saya menerima engkau sebagai suami saya.”  Kesepakatan yang memikat para mempelai satu sama lain itu diwujudkan demikian, bahwa ‘keduanya menjadi satu daging’. (Kej 2:24; Mrk 10:8; Ef 5:31).

6. Anak itu Merupakan Karunia Perkawinan

Santo Agustinus pernah mengajarkan: “Di antara kebaikan (harta kekayaan) perkawinan, keturunan mendapat tempat yang utama. Kitab Kejadian juga mengungkapkan, Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranak-cuculah dan bertambah banyak” (Kej 1:28). “Menurut kodratnya lembaga perkawinan dan cinta suami-istri terarah pada kelahiran, atau keturunan dan pendidikan, dan sebagai puncaknya bagaikan dimahkotai olehnya” (Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes tentang Gereja dalam Dunia Modern 48,1).
“Memang anak-anak merupakan karunia perkawinan yang paling luhur, dan besar sekali artinya bagi kesejahteraan orangtua. Allah sendiri bersabda: ‘Tidak baiklah manusia hidup seorang diri’ (Kej 2:18); dan lagi: ‘Dia … yang sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan’ (Mat 19:4), Ia bermaksud mengijinkan manusia, untuk secara khusus ikut serta dalam karya penciptaan-Nya sendiri, dan memberkati pria maupun wanita sambil berfirman: ‘Beranak-cuculah dan bertambah banyaklah!’ (Kej 1:28). Oleh karena itu pengembangan kasih suami-istri yang sejati, begitu pula seluruh tata hidup berkeluarga yang bertumpu padanya, tanpa memandang kalah penting tujuan-tujuan lain dari perkawinan; bertujuan supaya suami-istri bersedia untuk penuh keberanian bekerja sama dengan semangat cinta kasih Sang Pencipta dan Penyelamat, yang melalui pasangan suami-istri makin memperluas dan memperkaya keluarga-Nya” (GS 5,1).

Kesuburan cinta kasih suami-istri nampak pula di dalam buah-buah kehidupan moral dan rohani,  yang orangtua lanjutkan kepada anak-anaknya melalui pendidikan. Orangtua adalah pendidik yang pertama dan terpenting (Pernyataan Konsili “Gravissimum Educationis” tentang Pendidikan Kristen 3). Dalam arti ini, bahwa tugas mendasar dari perkawinan dan keluarga terletak dalam pengabdian kehidupan (bdk. FC 28).

Dalam keluarga, ‘kenisah kehidupan’, Ensiklik Evangelium Vitae menunjukkan bahwa di lingkungan umat kehidupan, keluarga itu mempunyai tanggung-jawab yang serba menentukan. Tanggung-jawab keluarga itu berakar dalam hakikatnya sendiri sebagai persekutuan hidup dan cinta kasih berdasarkan pernikahan…”  Oleh karena itu peranan keluarga dalam membangun kebudayaan hidup serba menentukan dan tidak tergantikan. Sebagai ‘Gereja Rumah Tangga’, keluarga dipanggil untuk mewartakan, merayakan dan melayani Injil Kehidupan. Itulah tanggung-jawab yang pertama-tama menyangkut pasangan suami-istri, yang dipanggil menjadi pemberi hidup, berdasarkan kesadaran yang makin besar akan makna prokreasi sebagai peristiwa unik, yang dengan jelas menampilkan, bahwa hidup manusiawi itu anugerah, yang diterima untuk dilimpahkan sebagai pemberian” (EV 92: Keluarga mewartakan Injil Kehidupan melalui membesarkan anak); merayakan Injil Kehidupan melalui doa, karya dan pelayanan harian, yang dinyatakan dalam semangat solidaritas dan cinta kasih (EV 93).

Sedangkan suami-istri yang tidak dikarunia Tuhan dengan anak-anak, masih dapat menjalankan kehidupan berkeluarga yang sangat berarti secara manusiawi. Perkawinan mereka itu dapat menghasilkan dan memancarkan cinta kasih, kerelaan untuk membantu dan semangat berkorban demi ksejahteraan bersama.

  7. Kesimpulan


Rasul Paulus berkata: “Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepada istri sama seperti Kristus adalah kepala Jemaat” (Ef 5:22). “Hai, suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi Jemaat, dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya” (Ef 5:25). “Rahasia ini besar; tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan Jemaat” (Ef 5:32).

Sakramen perkawinan adalah tanda untuk perjanjian antara Kristus dan Gereja. Ia memberi rahmat kepada suami-istri, agar saling mencintai dengan kasih sayang, yang dengannya Kristus mencintai Gereja. Demikian rahmat sakramen menyempurnakan cinta manusiawi suami-istri, meneguhkan kestuan yang tak terhapuskan dan menguduskan mereka di sepanjang peziarahan hidup ini menuju hidup abadi.

Perkawinan itu berakar dalam kesepakatan dan kesetiaan satu sama lain, dan memiliki sifat kesatuan, tak terceraikan, dan kesediaan untuk kesuburan adalah sangat hakiki bagi perkawinan. Dengan demikian poligami tidak sesuai dengan kesatuan perkawinan; dan perceraian itu memisahkan apa yang Allah telah persatukan; serta penolakan untuk menjadi subur, menghapus dari hidup perkawinan, “anugerah yang paling utama’ anak (bdk. Gaudium et Spes 50,1).

Akhirnya marilah kita membuat suatu komitmen untuk membangun Keluarga yang BERTAMAN HADI, untuk menunjukkan bahwa kita tetap setia dalam panggilan dan tugas perutusan sebagai suami-istri, yang mengharapkan mampu menciptakan kebahagiaan lahir dan batin. Amin.